politik

Dunia Mengutuk Inisiatif Bantuan AS-Israel Usai Insiden Mematikan di Gaza

GAZA

Tiga warga Palestina kehilangan nyawa di Gaza setelah militer Israel menembakkan senjata ke kerumunan yang bergegas menuju titik distribusi bantuan dari organisasi kontroversial yang didukung Israel dan Amerika Serikat (AS). Insiden tragis ini terjadi di kota selatan Rafah pada Selasa (27/5/2025), mengakibatkan 46 orang terluka dan tujuh orang lainnya dinyatakan hilang, menurut otoritas di Gaza.

Organisasi di balik inisiatif ini, Yayasan Kemanusiaan Gaza (GHF), membantah laporan tersebut, sementara militer Israel mengklaim bahwa pasukan mereka hanya melepaskan tembakan peringatan di luar area distribusi dan situasi telah dikendalikan kembali.

Insiden ini memicu kecaman dari Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok bantuan, meskipun Israel dan AS tetap mendukung GHF.

Perserikatan Bangsa-Bangsa

Juru bicara sekretaris jenderal PBB, Antonio Guterres, menyatakan bahwa gambar dan video dari lokasi bantuan yang didirikan GHF sangat menyedihkan.

"Kami dan mitra kami memiliki rencana terperinci, berprinsip, dan operasional yang didukung oleh negara-negara anggota untuk menyalurkan bantuan kepada populasi yang sangat membutuhkan," kata Stephane Dujarric kepada media.

"Distribusi bantuan kemanusiaan harus dilakukan dengan aman dan berdasarkan prinsip independensi dan imparsialitas, seperti yang selalu kami lakukan… Kami meninjau rencana yang mereka (Yayasan Kemanusiaan Gaza) sampaikan kepada kami, dan itu tidak sesuai dengan parameter yang kami anggap sejalan dengan prinsip kami, yang diterapkan dari Gaza hingga Sudan hingga Myanmar, di manapun Anda ingin menyebutnya," tambahnya.

Palestina

Kantor Media Pemerintah di Gaza mengecam tindakan militer Israel di Rafah.

"Pasukan pendudukan, yang ditempatkan di dalam atau di sekitar area tersebut, melepaskan tembakan langsung ke arah warga sipil yang kelaparan yang dipancing ke lokasi-lokasi ini dengan dalih menerima bantuan," ungkap pernyataan kantor tersebut.

"Apa yang terjadi hari ini di Rafah adalah pembantaian yang disengaja dan kejahatan perang yang sesungguhnya, dilakukan dengan kejam terhadap warga sipil yang telah lemah karena kelaparan akibat pengepungan selama lebih dari 90 hari," lanjut pernyataan itu.