27 Tahun PKB: Kesempatan Lepas dari Jebakan Partai Medioker
27 Tahun PKB: Kesempatan Lepas dari Jebakan Partai Medioker
Syaiful Huda
Ketua DPP PKB
Bulan Juli selalu membawa suasana yang menenangkan. Selain karena keindahan puisi, bulan ini juga menandai kelahiran Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Tepat pada tanggal 23 Juli 1998, 27 tahun yang lalu, PKB berdiri. Memasuki usia yang matang, ini adalah saat yang tepat bagi partai politik ini untuk merenung dan menilai perjalanannya.
Dalam konteks naik turun elektabilitas di arena politik Indonesia, perjalanan PKB tidak bisa dilepaskan dari dinamika politik yang kompleks. Dari tantangan internal hingga persaingan elektoral yang semakin pragmatis, Pemilu 2024 menjadi ujian berat sekaligus momen kebangkitan dengan perolehan suara tertinggi sepanjang sejarah PKB.
Sejak pemilu perdananya pada tahun 1999, PKB telah konsisten menjadi perwakilan politik bagi warga Nahdliyin. Namun, seperti partai lain, elektabilitas PKB mengalami fluktuasi. Pada Pemilu 2004, PKB meraih 10,6% suara (52 kursi), kemudian turun drastis pada Pemilu 2014 (8,9%, 47 kursi). Pemilu 2019 menjadi titik balik dengan perolehan 9,7% suara (58 kursi), dan pada 2024, PKB melonjak menjadi partai dengan suara terbanyak (13,2%, 68 kursi).
Prestasi ini patut diapresiasi, terutama mengingat Pemilu 2024 yang diwarnai dengan politik transaksional yang sangat intens. PKB juga menghadapi tantangan multidimensi dalam Pemilu 2024. Pertama, adanya penurunan legitimasi akibat pernyataan beberapa tokoh PBNU yang mempertanyakan hubungan antara PKB dan NU. Kedua, ancaman kriminalisasi hukum terhadap sejumlah elit partai. Ketiga, fragmentasi suara Nahdliyin akibat munculnya banyak partai berlatar belakang Islam.
Namun, PKB berhasil keluar dari “lubang jarum” dengan strategi yang tepat, yaitu dengan majunya Ketua Umum DPP PKB Abdul Muhaimin Iskandar (Gus Muhaimin) sebagai calon dalam Pemilihan Presiden (Pilpres). Kehadiran Gus Muhaimin memberikan coat tail effect yang nyata bagi PKB, yang membuat suara partai ini melesat dan meningkatkan jumlah kursi parlemen di tingkat pusat, provinsi, dan kabupaten/kota.
PKB juga sukses menempatkan 16 kader terbaik di parlemen dari daerah-daerah pemilihan yang sebelumnya tidak pernah mengirimkan perwakilan. Suara PKB di basis-basis Nahdliyin juga tetap kuat meskipun ada serangan penurunan legitimasi dari elit PBNU.
Melepaskan Diri dari Jebakan Partai Medioker
Kenaikan suara PKB tidak boleh membuat partai ini berpuas diri. Sejarah menunjukkan bahwa partai yang terjebak dalam middle-party trap—stagnan di level menengah tanpa inovasi—akan terkikis oleh waktu. PKB harus belajar dari pengalaman Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang tersingkir dari DPR pada 2024 setelah gagal menyesuaikan diri dengan perubahan sosial.
